Sabtu, 01 Juni 2013

Open Access, Copy Right, dan Common Creative Writing

Apa itu Open access?
Open access merupakan sebuah akses mengenai sumber informasi digital yang ada di internet secara bebas dan gratis. Pada saat ini dengan semakin berkembangnya Teknologi informasi, orang menjadi semakin mudah untuk melakukan open access di berbagai media yang memang menyediakan hal tersebut. Open access dirasa banyak bermanfaat oleh sebagian pihak. Open access dapat membuat seseorang atau bahkan lembaga mendapatkan akses yang mudah untuk mendapatkan berbagai sumber informasi digital yang ada. Menurut M. Ari Solihin “ketersediaan sumber-sumber ini sangat membantu perpustakaan yang sungguh-sungguh mengembangkan sumber informasi digital yang bermutu namun dana yang tersedia sangat terbatas.”  Open access mempunyai dampak tersendiri terhadap perpustakaan. Perpustakaan dapat melakukan fungsi promosi termasuk menjadi penyalur subsidi bagi penulis yang bersedia memasukkan artikel mereka ke situs-situs open access.
Open access sebenarnya merupakan sebuah terobosan baru untuk mendapatkan ilmu dan informasi secara gratis melalui media internet. Orang tidak perlu mengikuti pendidikan formal dengan biaya yang mahal untuk mendapatkan sebuah ilmu, mereka hanya perlu membuka internet dan kemudian mereka akan mendapatkan informasi aau ilmu yang mereka butuhkan melalui akses gratis yang tersedia di internet. Selain itu open access juga menghilangkan hambatan-hambatan yang ditimbulkan terkait dengan perizinan yang ada dalam setiap karya yang dilindungi oleh hak cipta. Open access mempunyai prinsip bekerja dengan kesukarelaan dari pencipta dan pemegang hak cipta. Open access itu sendiri muncul sebagai sebuah bentuk perlawanan terhadap individu, lembaga atau kelompok yang menghalang-halangi masyarakat luas untuk mendapatkan akses ke berbagai sumber informasi yang bekualitas.
Disisi lain ada berbagai pihak yang masih menentang keberadaan dari open access itu sendiri. Banyak diantara berbagai macam pihak tersebut yang masih membatasi akses informasi secara bebas dengan dalih untuk menjunjung tinggi hak cipta dari pengarang, walaupun tujuan dari adanya hal itu untuk membantu pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Menurut saya hal ini sangatlah disayangkan, karena hal tersebut justru akan membuat masyarakat menjadi minim informasi. Mengapa demikian? karena masyarakat harus dibebankan membayar biaya tertentu untuk mendapatkan sepotong informasi, sehingga pada akhirnya masyarakat menjadi malas untuk melakukan pencarian informasi karena keterbatasan kemampuan mereka untuk melakukan pembayaran terhadap informasi yang mereka inginkan.
Copy Right
Berbeda dengan open access, copy right merupakan hak cipta dari sebuah karya yang dibuat oleh seseorang. Hak cipta atau copy right itu sendiri di Indoensia telah diatur di UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta. Copy right itu sendiri diadakan sebagai bentuk apresiasi yang diberikan kepada para pengarang atau pencipta karya atas karya yang mereka buat. Keberadaan copy right ini membuat para pengarang merasa terlindungi hak-haknya. Selain itu dengan adanya copy right orang menjadi tidak mudah dalam melakukan penggadaan illegal seperti foto copy buku, karena orang yang melakukan penggadaan illegal terhadap hasil cipta yang telah dilindungi oleh copy right akan mendapatkan sanksi atau hukuman atas perbuatannya.
Namun pada saat ini terutama di Negara kita Indonesia tercinta, keberadaan copy right belum sepenuhnya terlaksana. Hal itu dapat dilihat dari bebas beredarnya kalangan-kalangan yang melakukan plagiatisme dan penggadaan-penggadaan illegal terhadap hasil cipta yang telah dilindungi oleh copy right. Hal tersebut tentunya merugikan sang pencipta atau pengarang karya yang asli. Bagaimana tidak? Si pengarang menjadi tidak mendapatkan bayaran atas hasil karya yang telah ia ciptakan karena adanya plagiatisme dan penggandaan secara illegal atas karya yang mereka buat. Selain itu dari sisi psikologis hal tersebut membuat pengarang atau pencipta hasil karya menjadi merasa tidak dihargai dan membuat mereka menjadi agak malas untuk membuat dan mempublikasian hasil karya mereka. Oleh karena itu copy right perlu diadakan sebagai sebuah wadah untuk melindungi sebuah hasil karya beserta penciptanya.
Lalu bagaimana dengan buku yang ada di perpustakaan? Perpustakaan memang merupakan salah satu tempat yang rawan dengan pelanggaran hak cipta. Di perpustakaan memang terdapat peraturan yang melarang untuk memfoto copy koleksi yang ada, namun apabila buku tersebut sudah dibawa keluar pegawai perpustakaan tidak dapat memastikan apakah buku yang dipinjam oleh pemustaka akan di foto copy atau tidak. UU tentang hak cipta sebenarnya sudah mengatur tentang apa saja yang boleh di copy? Seperti pada pasal 15 (e) UU No. 19 Tahun 2002 menyebutkan bahwa “buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan dapat di copy dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumka, maka tidak akan dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:
e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program computer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkemersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
Namun seperti yang dikatakan Risa Amikasari dalam (Keyword, 2011:276) bahwa sayangnya dalam UU tersebut istilah “secara terbatas” tidak dijabarkan penjelasannya sehingga setiap orang harus menggunakan sensitivitas dan rasa penghargaan terhadap suatu karya cipta hingga tak merugikan si pencipta atau pemegang hak ciptanya.
Common Creative Writing
Common creative writing merupakan sebuah aturan dalam mengutip karya orang lain. Pada saat ini banyak sekali masyarakat atau bahkan mahasiswa yang tidak tahu aturan dalam mengutip karya orang lain. Hal ini terlihat dengan adanya orang yang tidak mencantumkan sumber kutipan yang mereka gunakan dalam tulisan mereka. Berikut ini saya berikan tips atau tata cara untuk  karya orang lain.
1.     Cara mengutip langsung
a.    Apabila kutipan kurang dari 4 baris maka ditulis di antara tanda kutip, kemudian nomor halaman yang dikutip harus disebutkan. Untuk nama pengarang dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu dengan tahun dan nomor halaman di dalam kurung.
Contoh: Soebroto (1990:123) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antar faktor social ekonomi dengan kemajuan belajar”.
b.    Apabila kutipan lebih dari 4 baris maka ditulis tanpa tanda kutip, dan diketik dengan spasi tunggal, contoh:
Ary (1982 :382) menarik kesimpulan sebagai berikut :

Penyelidikan empiris yang sistematis dimana ilmuan tidak mengendalikan variable bebas secara langsung karena varible perwujudan tersebut telah terjadi, atau karena variable tersebut pada dasarnya memang tidak dapat dimanipulasi .
2.    Cara mengutip tidak langsung
Kutipan yang di ungkapkan secara tidak langsung atau ditulis dengan menggunakan bahasa penulisan sendiri dapat ditulis tanpa tanda kutip, dan ditulis dengan sapsi ganda. Nama pengarang dari bahan yang dikutip dapat dissbut dalam tanda kurung beserta tahun terbit. Contoh:
Istilah Indonesia vs istilah asing : Istilah asing hanya akan dipakai untuk suatu konsep atau pengertian tertentu yang belum ada istilah Indonesianya, namun istilah asing tersebut sedapat mungkin disesuaikan dengan pemaikaian di Indonesia khususnya mengenai ejaannya. (Tairas & Soekarman, 1996)
3.    Cara mengutip kutipan yang telah dikutip dalam suatu sumber
Kutipan yang diambil dari naskah yang merupakan kutipan dari suatu sumber lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, di kutip dengan menyebutkan nama penulis asli dan nama pengutip pertam aserta tahun dikutipnya.
Contoh:
·         Kerlinger (dalam Ary. 1982:382) memberikan batasan penelitian ex post facto sebagai :
Penyelidikan empiris yang sistematis dimana ilmuan tidak mengendalikan variable bebas secara langsung karena varible perwujudan tersebut telah terjadi, atau karena variable tersebut pada dasarnya memang tidak dapat dimanipulasi.
Sekian tulisan dari saya, semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Artikel M. Solihin Arianto berjudul “Bercermin Pada Gerakan Open Access : Menghilangkan Kesenjangan Akses Informasi Dalam Layanan Perpustakaan”The Key Word : Perpustakaan Dimata Masyarakat. 2011. Yogyakarta : Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga.
Artikel Risa Amrikasari berjudul “Fair Use, Use It Fairly”. The Key Word : Perpustakaan Dimata Masyarakat. 2011. Yogyakarta : Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga.


Jumat, 17 Mei 2013

PERPUSTAKAAN UNTUK RAKYAT

PERPUSTAKAAN UNTUK RAKYAT
Beberapa hari yang lalu Bapak Blasius Sudarsono, MLS melaunching sebuah buku berjudul Perpustakaan Untuk Rakyat. Buku tersebut menceritakan mengenai fungsi sesungguhnya perpustakaan untuk rakyat, buku tersebut juga mengangkat pembicaraan antara Bapak dan anak mengenai perpustakaan itu sendiri. Pada kuliah umum tanggal 11 maret 2013 lalu di Perpustakaan UIN SUKA Yogyakarta Pak Blasisus juga menyampaikan bahwa beliau merasa miris dengan adanya artikel-artikel mengenai perkembangan perpustakaan justru terdapat pada artikel berbahasa asing, oleh karena itu Pak Blasisus dibantu oleh Ratih salah seorang mahasiswanya di Universitas Indonesia menghadirkan buku berjudul Perpustakaan Untuk Rakyat yang dikemas seperti novel. Buku tersebut juga membahas mengenai Taman Baca Masyarakat (TBM) yang berada di Yogyakarta yang tentunya sudah melalui proses observasi sebelumnya.
Pada saat ini Yogyakarta mempunyai 234 TBM yang telah tersebar di berbagi penjuru. Tujuan TBM tersebut didirikan adalah untuk membantu masyarakat atau peserta pendidikan non formal dapat belajar membaca buku, selain itu juga untuk melestarikan budaya baca di lingkungan masyarakat terutama masyarakat yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan formal. Antara pustakawan dan pengelola TBM tidak seharusnya saling menyalahkan, sebaliknya mereka harus selalu rukun dan bekerjasama untuk membantu masyarakat. Sejatinya perpustakaan dan TBM mempunyai tujuan dan misi yang sama, yaitu membantu para pengguna untuk mendapatkan buku/informasi yang mereka butuhkan, oleh karena itu akan lebih baik apabila TBM dan perpustakaan saling bekerja sama demi mewujudkan tujuan tersebut.
Buku tersebut juga membahas masalah mengenai perpustakaan dan kepustakawanan. Kepustakawanan merupakan suatu pelayanan dan dilakukan secara professional. Menurut Bu Afia yang juga salah satu narasumber dalam kuliah umum menjelaskan bahwa pustakawan bukanlah pegawai buangan, pustakawan juga bukan orang yang hanya sekedar belajar mengenai klasifikasi (mengolah buku) tapi juga belajar bagaimana memahami kebutuhan para pengguna perpustakaan saat terjun dalam masyarakat. Memang sangat susah mengubah paradigma mengenai pustakawan saat ini yang hanya dikenal sebagai penjaga buku, oleh karena itu untuk ke depannya perlu ada pustakawan-pustakawan baru yang dapat mengubah paradigma tersebut. Kepustakawanan mempunyai 4 pilar, yaitu: (1) Pustakawan harus jadi panggilan hidup kita, bukan pandangan hidup; (2) Pustakawan harus menjadi semangat hidup kita sebagai pustakawan; (3) Pustakawan harus menjadi karya pelayanan dan (4) Harus dilaksanakan dengan professional. Selain itu kepustakawanan juga mempunyai 5 sila yang terdiri dari :
1)      Harus bepikir positif
2)      Membaca
3)      Menulis: menulis merupakan salah satu bentuk syukur atas karunia alam, dan untuk melestarikannya salah satu caranya adalah dengan cara menulis.
4)      Kemampuan Enterprenuer : pustakawan selalu menganggap dirinya tidak dihargai, maka dari itu pustakawan harus memiliki kemampuan sebagai entrepreneur supaya pustakawan dapat dihargai. Salah satu contohnya adalah dengan menulis, selain dapat mendapatkan uang dari hal tersebut pustakawan yang menjadi penulis akan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat.
5)      Etika : hal ini perlu, karena hal ini berkaitan sangat erat dengan moral seseorang.
Apabila berbicara mengenai perpustakaan sama halnya bebicara mengenai manusia, karena manusia yang berperan besar dalam perpustakaan. Pada intinya sebuah perpustakaan dapat berjalan dengan baik tergantung pada pustakawannya, apabila pustakawan mengelola perpustakaan dengan baik maka perpustakaan tersebut akan menjadi baik, dan begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan pustakawan yang baik itu sendiri harus ada interaksi atara kemauan dan kemampuan, karena kemauan dan kemampuan berperan sangat penting dalam memajukan suatu hal termasuk pribadi seseorang.
Salam Pustakawan

Jumat, 19 April 2013

Dibalik Kisah Sukses “Ibu Yanti” seorang Pustakawan Teladan Fakultas Psikologi UGM.



Ibu Yanti (kiri) dengan ketiga saudara perempuannya



Pada 14 november 1958 di kota Yogyakarta, lahirlah seorang bayi pertama yang mungil di sebuah keluarga dengan jenis kelamin perempuan. Dia lahir pada saat terjadinya pergolakan Irian maka kedua orang tuanya memberinya nama Pergola Irianti. Yanti begitu biasanya disapa tumbuh menjadi seorang gadis yang penuh semangat dan pekerja keras. Dia mempunyai 6 orang adik 3 diantaranya perempuan dan 3 yang lainnya laki-laki. Karena Yanti adalah anak sulung maka ia sadar bahwa dia harus membantu orang tuanya. Sepulang sekolah Yanti selalu membantu ibunya yang seorang buruh cuci mencuci baju anak-anak kos yang tinggal di dekat rumahnya. Hal tersebut dia lakukan sampai dia lulus SMA pada tahun 1978. Pada saat itu ayahnya yang hanya seorang pegawai di kantor Kejaksaan Negeri Yogyakarta menyuruhnya untuk kuliah di IKIP Negeri Yogyakarta yang sekarang sudah berganti nama menjadi Universitas Negeri Yogyakarta. Ayah Yanti ingin agar anaknya menjadi guru sehingga nantinya dia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan mulia. Yanti sebenarnya tidak ingin menjadi guru dia lebih senang menjadi sekertaris pada saat itu, namun untuk menyenangkan hati ayahnya Yanti tetap mengikuti tes ujian masuk di IKIP Negeri Yogyakarta. Mungkin karena Yanti tidak mempunyai niat yang sungguh-sungguh akhirnya dia tidak diterima, walaupun sebenarnya dia merupakan gadis yang pintar.
Setelah Yanti tahu dia tidak diterima di IKIP Negeri, seperti ada perasaan senang di dirinya, karena dia tidak harus menjadi guru. Yanti tidak ingin menjadi guru karena dirinya merasa tidak pandai dalam mengajar dan bersosialisasi dengan murid-muridnya kelak. Yanti memang dikenal sebagai seorang yang pendiam di keluarganya. Kehidupan terus berlanjut, Yanti pada akhirnya memutuskan untuk ikut pendidikan sekertaris di IKIP Negeri Yogyakarta selama 1 tahun. Setelah selesai mengikuti pendidikan sekertaris, Yanti mencoba daftar tes masuk perguruan tinggi di UGM dengan memilih jurusan sospol dan dia diterima. Namun pada saat yang bersamaan adik perempuannya juga diterima di IKIP Negeri Yogyakarta. Yanti menjadi bimbang karena dia tahu bahwa orang tuanya tidak mungkin sanggup untuk mebiayai kuliah dua orang sekaligus. Pada akhirnya Yanti mengalah dan tidak mengambil kuliah, namun pada saat itu Yanti berjanji pada dirinya sendiri untuk nantinya bisa kuliah dengan biayanya sendiri.
Pada awal tahun1980 Yanti mencoba daftar kerja di beberapa tempat, salah satunya adalah UGM dan TELKOM. Yanti lolos sampai pada tahap wawancara di kedua tempat tersebut, namun pada akhirnya Yanti diterima di UGM dan langsung ditempatkan di bagian perpustakaan Fakultas Psikologi UGM. Ternyata Yanti merasa enjoy dan senang saat bekerja di perpustakaan. Pada saat itu system layanan di perpustakaan Psikologi UGM masih tertutup, jadi tugas Yanti hanya mengambilkan dan mengembalikan buku yang dibutuhkan dan selesai digunakan oleh mahasiswa. Waktu itu Yanti masih sebaya dengan mahasiswa-mahasiswa tersebut jadi selain bekerja dan menghasilkan uang Yanti juga senang karena banyak mendapatkan teman baru. Selain itu ada perasaan senang tersendiri ketika Yanti mendapatkan buku yang dibutuhkan oleh mahasisawa, dengan begitu tandanya dia berhasil membantu mahasiswa untuk mengatasi masalahnya dengan menemukan buku yang dibutuhkan. Mungkin karena senang membantu mahasiswa dan dosen untuk mencarikan buku yang mereka butuhkan Yanti menjadi lebih dikenal dan diingat meski sebagian dari mereka saat ini sdah bekerja di luar Jogja.
Di perpustakaan pula Yanti  menemukan cinta pertama dan terakhirnya. Yanti menikah dengan salah seorang pegawai muda di kantor Psikologi UGM pada tahun 1981 dan akhirnya dikarunia seorang putri dan seorang putra. Pada tahun 1993 Yanti menerima penghargaan sebagai pustakawan teladan tingkat DIY dan itu merupakaan penghargaan yang paling berkesan bagi Yanti, karena dengan penghargaan tersebut dia merasa bahwa apa yang dikerjaannya selama ini tidaklah sia-sia. Penghargaan tersebut pula yang akhirnya mendorong Yanti untuk menjadi seorang pustakawan yang baik dan berdedikasi tinggi. Pada tahun 1996 Yanti akhirnya memenuhi cita-citanya untuk dapat mengenyam bangku kuliah di Universitas Terbuka dengan mengambil jurusan D3 Perpustakaan dan kemudian lulus pada tahun 1999. Setelah itu Yanti ditawari oleh pihak fakultas untuk melanjutkan kuliah di Universitas Airlangga Surabaya, namun pada saat itu putra kedua Yanti masih kecil sehingga dia menolaknya. Akhirnya pada tahun 2005 Yanti berhasil kembali untuk melanjutkan S1 di Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta atau biasa disebut UIN Jogja pada program Ekstensi Ilmu Perpustakaan.
Namun langit duka menyelimuti Yanti pada saat awal kuliahnya di UIN Jogja, karena pada saat itu putri sulungnya yang kala itu masih berstatus sebagai mahasiswi tingkat akhir di Fakultas Psikologi UGM di vonis menderita tumor otak stadium 2. Sebagai seorang ibu hal tersebut sangat sulit baginya. Yanti harus membagi waktunya untuk bekerja, kuliah, dan merawat putrinya. Sempat terbesit di benak Yanti untuk berhenti kuliah dan focus pada pekerjaan serta putrinya. Namun putri dan keluarganya justru menyemangati Yanti untuk tetap melanjutkan kuliahnya, karena memang itulah cita-cita Yanti dari dulu. Begitu pula dengan putrinya yang juga pantang menyerah. Walaupun dalam keadaan sakit dan sudah tidak dapat melihat lagi dia tetap berusaha melanjutkan kuliah dan berusaha mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang sarjana. Hal tersebutlah yang membuat Yanti tegar dan membuatnya untuk tetap melanjutkan kuliahnya. Pada tahun 2007 akhirnya Yanti dan putrinya sama-sama mendapatkan gelar sarjana, saat itu Yanti merasa sangat senang karena dia dapat meraih cita-citanya untuk menjadi seorang sarjana.
Pada tahun 2009 Yanti merasakan bahwa bumi seperti hendak runtuh, karena pada saat itu putri kesayangannya meninggalkan dia untuk selama-lamanya. Namun pada akhirnya Yanti tetap berusaha tegar dan melanjutkan hidupnya. Kepergian putrinya membuatnya menjadi seseorang yang tabah dan lebih giat lagi dalam mendedikasikan dirinya pada pekerjaannya. Hingga akhirnya pada tahun 2009 membuatnya dipercaya untuk menjadi kepala perpustakaan Fakultas Psikologi UGM. Pada tahun 2011 pihak UGM mengeluarkan keputusan untuk memberikan dana penelitian kepada pustakawan dengan cara mengajukan proposal dan apabila proposal diterima maka pustakawan tersebut akan mendapatkan dana penelitian sebesar Rp 7.500.000. saat itu Yanti mencoba untuk mengirimkan proposal ke pihak UGM dan ternyata proposal tersebut diterima, begitu pula pada tahun 2012 Yanti mengirimkan proposal lagi dan proposal tersebut diterima lagi. Yanti menjadi salah satu pustakawan yang paling dikenal, baik di kalangan Dosen maupun Mahasiswa. Hal tersebut terjadi karena Yanti selalu dengan senang dan tulus membantu para mahasiswa dan Dosen baik dalam mencari buku maupun hal lainnya. Pekerjaannya sebagai pustakawan membuat Yanti merasa senang, serta membuatnya merasa menjadi salah satu orang yang selalu dibutuhkan.
Kisah dari ibu Yanti tersebut menjadikan inspirasi banyak orang termasuk saya di dalamnya. Ibu Yanti yang saya ceritakan di atas tidak lain adalah bude saya, yang sudah saya anggap sebagai ibu saya sendiri. Ibu Yanti pulalah yang awalnya meyuruh saya mencoba untuk kuliah di jurusan Ilmu perpustakaan. Pada awalnya saya tidak begitu tertarik dengan jurusan perpustakaan. Setelah lulus kuliah saya justru melanjutkan kuliah di UGM, namun dorongan dan semangat dari ibu dan bude saya akhirnya pada tahun 2011 saya memutuskan untuk mencoba mengikuti tes di jurusan Ilmu Perpustakaan UIN dan ternyata saya diterima. Jadi pada saat itu akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di dua jurusan, yang salah satunya adalah di jurusan Ilmu Perpustakaan. Setelah saya kuliah di Ilmu perpustakaan saya juga merasa senang seperti Ibu Yanti, saya merasakan banyak hal yang berbeda dan membuat saya mencintai jurusan ini. Di jurusan Ilmu Perpustakaan saya mendapatkan banyak hal-hal dan pengalaman penting. Di sini saya mengetahui bahwa ternyata menjadi pustakawan itu tidak mudah, dan pada akhirnya saya menyadari bahwa seorang pustakawan itu sangat mulia. Bagi saya pustakawan merupakan penolong pada saat kita bingung untuk mencari sebuah buku referensi, dan hal-hal yang lainnya pula.
Saya harap kisah ini juga akan menginspirasi orang lain seperti adik-adik yang masih galau menentukan jurusan kuliah. Saya sarankan untuk kalian mengabil jurusan perpustakaan, Karena selain kuliahnya menyenangkan, akan banyak hal-hal menarik yang kalian dapatkan disini. Selain itu untuk para pustakawan dan calon pustakawan, saya harap anda semua dapat mencontoh apa yang dilakukan Ibu Yanti dalam pekerjaannya. Pustakawan merupakan jembatan bagi informasi yang ada, maka dari itu sebisa mungkin kita sebagai pustakawan dan calon pustakawan untuk menjadikan diri kita sebagai pekerja yang giat, telaten, ramah dan jangan lupa perbanyak membaca supaya kita juga menjadi pustakawan yang berwawasan luas. Pustakawan bisa jika mau berusaha…
Salam..Pustakawan Indonesia..

                               ^o^



Sabtu, 16 Maret 2013

Kuliah Umum Perpus untuk Rakyat

PERPUSTAKAAN UNTUK RAKYAT

Beberapa hari yang lalu Bapak Blasius Sudarsono, MLS melaunching sebuah buku berjudul Perpustakaan Untuk Rakyat. Buku tersebut menceritakan mengenai fungsi sesungguhnya perpustakaan untuk rakyat, buku tersebut juga mengangkat pembicaraan antara Bapak dan anak mengenai perpustakaan itu sendiri. Pada kuliah umum tanggal 11 maret 2013 lalu di Perpustakaan UIN SUKA Yogyakarta Pak Blasisus juga menyampaikan bahwa beliau merasa miris dengan adanya artikel-artikel mengenai perkembangan perpustakaan justru terdapat pada artikel berbahasa asing, oleh karena itu Pak Blasisus dibantu oleh Ratih salah seorang mahasiswanya di Universitas Indonesia menghadirkan buku berjudul Perpustakaan Untuk Rakyat yang dikemas seperti novel. Buku tersebut juga membahas mengenai Taman Baca Masyarakat (TBM) yang berada di Yogyakarta yang tentunya sudah melalui proses observasi sebelumnya.
Pada saat ini Yogyakarta mempunyai 234 TBM yang telah tersebar di berbagi penjuru. Tujuan TBM tersebut didirikan adalah untuk membantu masyarakat atau peserta pendidikan non formal dapat belajar membaca buku, selain itu juga untuk melestarikan budaya baca di lingkungan masyarakat terutama masyarakat yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan formal. Antara pustakawan dan pengelola TBM tidak seharusnya saling menyalahkan, sebaliknya mereka harus selalu rukun dan bekerjasama untuk membantu masyarakat. Sejatinya perpustakaan dan TBM mempunyai tujuan dan misi yang sama, yaitu membantu para pengguna untuk mendapatkan buku/informasi yang mereka butuhkan, oleh karena itu akan lebih baik apabila TBM dan perpustakaan saling bekerja sama demi mewujudkan tujuan tersebut.
Buku tersebut juga membahas masalah mengenai perpustakaan dan kepustakawanan. Kepustakawanan merupakan suatu pelayanan dan dilakukan secara professional. Menurut Bu Afia yang juga salah satu narasumber dalam kuliah umum menjelaskan bahwa pustakawan bukanlah pegawai buangan, pustakawan juga bukan orang yang hanya sekedar belajar mengenai klasifikasi (mengolah buku) tapi juga belajar bagaimana memahami kebutuhan para pengguna perpustakaan saat terjun dalam masyarakat. Memang sangat susah mengubah paradigma mengenai pustakawan saat ini yang hanya dikenal sebagai penjaga buku, oleh karena itu untuk ke depannya perlu ada pustakawan-pustakawan baru yang dapat mengubah paradigma tersebut. Kepustakawanan mempunyai 4 pilar, yaitu: (1) Pustakawan harus jadi panggilan hidup kita, bukan pandangan hidup; (2) Pustakawan harus menjadi semangat hidup kita sebagai pustakawan; (3) Pustakawan harus menjadi karya pelayanan dan (4) Harus dilaksanakan dengan professional. Selain itu kepustakawanan juga mempunyai 5 sila yang terdiri dari :
1)      Harus bepikir positif
2)      Membaca
3)      Menulis: menulis merupakan salah satu bentuk syukur atas karunia alam, dan untuk melestarikannya salah satu caranya adalah dengan cara menulis.
4)      Kemampuan Enterprenuer : pustakawan selalu menganggap dirinya tidak dihargai, maka dari itu pustakawan harus memiliki kemampuan sebagai entrepreneur supaya pustakawan dapat dihargai. Salah satu contohnya adalah dengan menulis, selain dapat mendapatkan uang dari hal tersebut pustakawan yang menjadi penulis akan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat.
5)      Etika : hal ini perlu, karena hal ini berkaitan sangat erat dengan moral seseorang.
Apabila berbicara mengenai perpustakaan sama halnya bebicara mengenai manusia, karena manusia yang berperan besar dalam perpustakaan. Pada intinya sebuah perpustakaan dapat berjalan dengan baik tergantung pada pustakawannya, apabila pustakawan mengelola perpustakaan dengan baik maka perpustakaan tersebut akan menjadi baik, dan begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan pustakawan yang baik itu sendiri harus ada interaksi atara kemauan dan kemampuan, karena kemauan dan kemampuan berperan sangat penting dalam memajukan suatu hal termasuk pribadi seseorang.

Salam Pustakawan

Minggu, 24 Februari 2013

Masa Depan Pustakawan Indonesia

-->
Di era ini masih banyak orang awam bahkan kalangan terpelajar sekalipun yang mempertanyakan sebenarnya apa sih tugas dari pustakawan? Apakah tugas dari seorang pustakawan hanya sekedar menjaga buku? Banyak juga yang mempertanyakan mengenai masa depan seorang pustakawan sebagai sebuah profesi. Bahkan tidak jarang orang tua dan yang melarang anaknya untuk menjadi seorang pustakawan, karena menurut pandangan para orang tua tersebut pustakawan hanya seorang penjaga perpustakaan yang tidak jelas masa depannya. Di sini saya akan menjelaskan sedikit mengenai apa saja pekerjaan dari seorang pustakawan, apakah benar tugas dari seorang pustakawan hanya menjaga buku?
Sebenarnya banyak sekali tugas dari seorang pustakawan contohnya yaitu melakukan perencanaan dan manajemen perpustakaan seperti membuat kebijakan-kebijakan yang berguna untuk memajukan perpustakaan. Selain itu pustakawan juga bertugas untuk melakukan seleksi buku-buku yang akan dijadikan koleksi dalam sebuah perpustakaan, melakukan pengolahan buku-buku yang ada di perpustakaan misalnya pemberian tanda kepemilikan buku, selain itu pustakawan juga melakukan perawatan buku misalnya dengan melakukan penjilidan ulang pada buku-buku yang telah rusak, membersihkan buku dan lain sebagainya sehingga buku-buku yang ada di perpustakaan benar-benar  layak untuk digunakan oleh pengunjung/pemustaka.
Pustakawan juga merupakan salah satu jembatan dalam penyampaian dari sebuah informasi, jadi pustakawan itu sendiri harus berasal dari latar belakang yang memang mempunyai background tentang ilmu pengelolaan perpustakaan, terutama untuk tingkat Universitas, pengelola perpustakaan diharuskan minimal lulusan S1 Perpustakaan. Hal tersebut dikarenakan pustakawan sangat berperan penting dalam mengelola informasi untuk disebarluaskan agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Orang yang tidak mengerti mengenai pentingnya peran pustakawan mungkin menganggap bahwa orang yang tidak mempunyai background ilmu bidang perpustakaan juga pasti bisa mengurus perpustakaan. Pemikiran tersebut ada karena orang-orang tersebut kurang mengetahui betapa pentingnya peranan pustakawan yang memiliki background ilmu bidang perpustakaan. Dapat kita lihat bahwa hasil pengelolaan perpustakaan yang dikelola dengan orang yang memang mempunyai background ilmu di bidang perpustakaan dengan yang tidak mempunyai background tersebut pasti akan berbeda, karena pustakawan yang memiliki background ilmu bidang perpustakaan lebih mengerti mengenai manajemen dan perencanaan untuk memajukan perpustakaan. Sehingga perpustakaan yang dikelola oleh orang yang memang mengerti mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan perpustakaan hasilnya akan lebih baik apabila dibandingkan dengan perpustakaan yang dikelola dengan orang yang tidak mengertei mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan perpustakaan.
Pemerintah juga sudah mengakui bahwa Pustakawan merupakan sebuah profesi, hal tersebut tercantum dalam SK Menpan No. 132/KEP/M.PAN /12/2002, tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Dalam surat keputusan tersebut di atas Pustakawan telah diakui sebagai salah satu jabatan fungsional. Pejabat fungsional pustakawan itu sendiri yang selanjutnya disebut pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya. Selain itu untuk ke depannya pemerintah Indonesia sudah mulai mengadakanakan sertifikasi untuk pustakawan, jadi hal ini juga merupakan sebuah pembuktian bahwa profesi pustakawan bukan lagi sebuah profesi yang dapat di pandang sebelah mata karena pustakawan juga punya masa depan, sama dengan profesi-profesi yang lainnya.
                                                                                                               Salam sejahtera




                                                                                                               Pustakawan Indonesia

 
Flinn - Adventure Time