Jumat, 19 April 2013

Dibalik Kisah Sukses “Ibu Yanti” seorang Pustakawan Teladan Fakultas Psikologi UGM.



Ibu Yanti (kiri) dengan ketiga saudara perempuannya



Pada 14 november 1958 di kota Yogyakarta, lahirlah seorang bayi pertama yang mungil di sebuah keluarga dengan jenis kelamin perempuan. Dia lahir pada saat terjadinya pergolakan Irian maka kedua orang tuanya memberinya nama Pergola Irianti. Yanti begitu biasanya disapa tumbuh menjadi seorang gadis yang penuh semangat dan pekerja keras. Dia mempunyai 6 orang adik 3 diantaranya perempuan dan 3 yang lainnya laki-laki. Karena Yanti adalah anak sulung maka ia sadar bahwa dia harus membantu orang tuanya. Sepulang sekolah Yanti selalu membantu ibunya yang seorang buruh cuci mencuci baju anak-anak kos yang tinggal di dekat rumahnya. Hal tersebut dia lakukan sampai dia lulus SMA pada tahun 1978. Pada saat itu ayahnya yang hanya seorang pegawai di kantor Kejaksaan Negeri Yogyakarta menyuruhnya untuk kuliah di IKIP Negeri Yogyakarta yang sekarang sudah berganti nama menjadi Universitas Negeri Yogyakarta. Ayah Yanti ingin agar anaknya menjadi guru sehingga nantinya dia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan mulia. Yanti sebenarnya tidak ingin menjadi guru dia lebih senang menjadi sekertaris pada saat itu, namun untuk menyenangkan hati ayahnya Yanti tetap mengikuti tes ujian masuk di IKIP Negeri Yogyakarta. Mungkin karena Yanti tidak mempunyai niat yang sungguh-sungguh akhirnya dia tidak diterima, walaupun sebenarnya dia merupakan gadis yang pintar.
Setelah Yanti tahu dia tidak diterima di IKIP Negeri, seperti ada perasaan senang di dirinya, karena dia tidak harus menjadi guru. Yanti tidak ingin menjadi guru karena dirinya merasa tidak pandai dalam mengajar dan bersosialisasi dengan murid-muridnya kelak. Yanti memang dikenal sebagai seorang yang pendiam di keluarganya. Kehidupan terus berlanjut, Yanti pada akhirnya memutuskan untuk ikut pendidikan sekertaris di IKIP Negeri Yogyakarta selama 1 tahun. Setelah selesai mengikuti pendidikan sekertaris, Yanti mencoba daftar tes masuk perguruan tinggi di UGM dengan memilih jurusan sospol dan dia diterima. Namun pada saat yang bersamaan adik perempuannya juga diterima di IKIP Negeri Yogyakarta. Yanti menjadi bimbang karena dia tahu bahwa orang tuanya tidak mungkin sanggup untuk mebiayai kuliah dua orang sekaligus. Pada akhirnya Yanti mengalah dan tidak mengambil kuliah, namun pada saat itu Yanti berjanji pada dirinya sendiri untuk nantinya bisa kuliah dengan biayanya sendiri.
Pada awal tahun1980 Yanti mencoba daftar kerja di beberapa tempat, salah satunya adalah UGM dan TELKOM. Yanti lolos sampai pada tahap wawancara di kedua tempat tersebut, namun pada akhirnya Yanti diterima di UGM dan langsung ditempatkan di bagian perpustakaan Fakultas Psikologi UGM. Ternyata Yanti merasa enjoy dan senang saat bekerja di perpustakaan. Pada saat itu system layanan di perpustakaan Psikologi UGM masih tertutup, jadi tugas Yanti hanya mengambilkan dan mengembalikan buku yang dibutuhkan dan selesai digunakan oleh mahasiswa. Waktu itu Yanti masih sebaya dengan mahasiswa-mahasiswa tersebut jadi selain bekerja dan menghasilkan uang Yanti juga senang karena banyak mendapatkan teman baru. Selain itu ada perasaan senang tersendiri ketika Yanti mendapatkan buku yang dibutuhkan oleh mahasisawa, dengan begitu tandanya dia berhasil membantu mahasiswa untuk mengatasi masalahnya dengan menemukan buku yang dibutuhkan. Mungkin karena senang membantu mahasiswa dan dosen untuk mencarikan buku yang mereka butuhkan Yanti menjadi lebih dikenal dan diingat meski sebagian dari mereka saat ini sdah bekerja di luar Jogja.
Di perpustakaan pula Yanti  menemukan cinta pertama dan terakhirnya. Yanti menikah dengan salah seorang pegawai muda di kantor Psikologi UGM pada tahun 1981 dan akhirnya dikarunia seorang putri dan seorang putra. Pada tahun 1993 Yanti menerima penghargaan sebagai pustakawan teladan tingkat DIY dan itu merupakaan penghargaan yang paling berkesan bagi Yanti, karena dengan penghargaan tersebut dia merasa bahwa apa yang dikerjaannya selama ini tidaklah sia-sia. Penghargaan tersebut pula yang akhirnya mendorong Yanti untuk menjadi seorang pustakawan yang baik dan berdedikasi tinggi. Pada tahun 1996 Yanti akhirnya memenuhi cita-citanya untuk dapat mengenyam bangku kuliah di Universitas Terbuka dengan mengambil jurusan D3 Perpustakaan dan kemudian lulus pada tahun 1999. Setelah itu Yanti ditawari oleh pihak fakultas untuk melanjutkan kuliah di Universitas Airlangga Surabaya, namun pada saat itu putra kedua Yanti masih kecil sehingga dia menolaknya. Akhirnya pada tahun 2005 Yanti berhasil kembali untuk melanjutkan S1 di Universitas Islam negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta atau biasa disebut UIN Jogja pada program Ekstensi Ilmu Perpustakaan.
Namun langit duka menyelimuti Yanti pada saat awal kuliahnya di UIN Jogja, karena pada saat itu putri sulungnya yang kala itu masih berstatus sebagai mahasiswi tingkat akhir di Fakultas Psikologi UGM di vonis menderita tumor otak stadium 2. Sebagai seorang ibu hal tersebut sangat sulit baginya. Yanti harus membagi waktunya untuk bekerja, kuliah, dan merawat putrinya. Sempat terbesit di benak Yanti untuk berhenti kuliah dan focus pada pekerjaan serta putrinya. Namun putri dan keluarganya justru menyemangati Yanti untuk tetap melanjutkan kuliahnya, karena memang itulah cita-cita Yanti dari dulu. Begitu pula dengan putrinya yang juga pantang menyerah. Walaupun dalam keadaan sakit dan sudah tidak dapat melihat lagi dia tetap berusaha melanjutkan kuliah dan berusaha mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang sarjana. Hal tersebutlah yang membuat Yanti tegar dan membuatnya untuk tetap melanjutkan kuliahnya. Pada tahun 2007 akhirnya Yanti dan putrinya sama-sama mendapatkan gelar sarjana, saat itu Yanti merasa sangat senang karena dia dapat meraih cita-citanya untuk menjadi seorang sarjana.
Pada tahun 2009 Yanti merasakan bahwa bumi seperti hendak runtuh, karena pada saat itu putri kesayangannya meninggalkan dia untuk selama-lamanya. Namun pada akhirnya Yanti tetap berusaha tegar dan melanjutkan hidupnya. Kepergian putrinya membuatnya menjadi seseorang yang tabah dan lebih giat lagi dalam mendedikasikan dirinya pada pekerjaannya. Hingga akhirnya pada tahun 2009 membuatnya dipercaya untuk menjadi kepala perpustakaan Fakultas Psikologi UGM. Pada tahun 2011 pihak UGM mengeluarkan keputusan untuk memberikan dana penelitian kepada pustakawan dengan cara mengajukan proposal dan apabila proposal diterima maka pustakawan tersebut akan mendapatkan dana penelitian sebesar Rp 7.500.000. saat itu Yanti mencoba untuk mengirimkan proposal ke pihak UGM dan ternyata proposal tersebut diterima, begitu pula pada tahun 2012 Yanti mengirimkan proposal lagi dan proposal tersebut diterima lagi. Yanti menjadi salah satu pustakawan yang paling dikenal, baik di kalangan Dosen maupun Mahasiswa. Hal tersebut terjadi karena Yanti selalu dengan senang dan tulus membantu para mahasiswa dan Dosen baik dalam mencari buku maupun hal lainnya. Pekerjaannya sebagai pustakawan membuat Yanti merasa senang, serta membuatnya merasa menjadi salah satu orang yang selalu dibutuhkan.
Kisah dari ibu Yanti tersebut menjadikan inspirasi banyak orang termasuk saya di dalamnya. Ibu Yanti yang saya ceritakan di atas tidak lain adalah bude saya, yang sudah saya anggap sebagai ibu saya sendiri. Ibu Yanti pulalah yang awalnya meyuruh saya mencoba untuk kuliah di jurusan Ilmu perpustakaan. Pada awalnya saya tidak begitu tertarik dengan jurusan perpustakaan. Setelah lulus kuliah saya justru melanjutkan kuliah di UGM, namun dorongan dan semangat dari ibu dan bude saya akhirnya pada tahun 2011 saya memutuskan untuk mencoba mengikuti tes di jurusan Ilmu Perpustakaan UIN dan ternyata saya diterima. Jadi pada saat itu akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di dua jurusan, yang salah satunya adalah di jurusan Ilmu Perpustakaan. Setelah saya kuliah di Ilmu perpustakaan saya juga merasa senang seperti Ibu Yanti, saya merasakan banyak hal yang berbeda dan membuat saya mencintai jurusan ini. Di jurusan Ilmu Perpustakaan saya mendapatkan banyak hal-hal dan pengalaman penting. Di sini saya mengetahui bahwa ternyata menjadi pustakawan itu tidak mudah, dan pada akhirnya saya menyadari bahwa seorang pustakawan itu sangat mulia. Bagi saya pustakawan merupakan penolong pada saat kita bingung untuk mencari sebuah buku referensi, dan hal-hal yang lainnya pula.
Saya harap kisah ini juga akan menginspirasi orang lain seperti adik-adik yang masih galau menentukan jurusan kuliah. Saya sarankan untuk kalian mengabil jurusan perpustakaan, Karena selain kuliahnya menyenangkan, akan banyak hal-hal menarik yang kalian dapatkan disini. Selain itu untuk para pustakawan dan calon pustakawan, saya harap anda semua dapat mencontoh apa yang dilakukan Ibu Yanti dalam pekerjaannya. Pustakawan merupakan jembatan bagi informasi yang ada, maka dari itu sebisa mungkin kita sebagai pustakawan dan calon pustakawan untuk menjadikan diri kita sebagai pekerja yang giat, telaten, ramah dan jangan lupa perbanyak membaca supaya kita juga menjadi pustakawan yang berwawasan luas. Pustakawan bisa jika mau berusaha…
Salam..Pustakawan Indonesia..

                               ^o^



0 komentar :

Posting Komentar

 
Flinn - Adventure Time