Ibu Yanti (kiri) dengan ketiga saudara perempuannya |
Pada
14 november 1958 di kota Yogyakarta, lahirlah seorang bayi pertama yang mungil di
sebuah keluarga dengan jenis kelamin perempuan. Dia lahir pada saat terjadinya
pergolakan Irian maka kedua orang tuanya memberinya nama Pergola Irianti. Yanti
begitu biasanya disapa tumbuh menjadi seorang gadis yang penuh semangat dan
pekerja keras. Dia mempunyai 6 orang adik 3 diantaranya perempuan dan 3 yang
lainnya laki-laki. Karena Yanti adalah anak sulung maka ia sadar bahwa dia
harus membantu orang tuanya. Sepulang sekolah Yanti selalu membantu ibunya yang
seorang buruh cuci mencuci baju anak-anak kos yang tinggal di dekat rumahnya. Hal
tersebut dia lakukan sampai dia lulus SMA pada tahun 1978. Pada saat itu
ayahnya yang hanya seorang pegawai di kantor Kejaksaan Negeri Yogyakarta menyuruhnya
untuk kuliah di IKIP Negeri Yogyakarta yang sekarang sudah berganti nama
menjadi Universitas Negeri Yogyakarta. Ayah Yanti ingin agar anaknya menjadi
guru sehingga nantinya dia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan mulia. Yanti
sebenarnya tidak ingin menjadi guru dia lebih senang menjadi sekertaris pada
saat itu, namun untuk menyenangkan hati ayahnya Yanti tetap mengikuti tes ujian
masuk di IKIP Negeri Yogyakarta. Mungkin karena Yanti tidak mempunyai niat yang
sungguh-sungguh akhirnya dia tidak diterima, walaupun sebenarnya dia merupakan
gadis yang pintar.
Setelah
Yanti tahu dia tidak diterima di IKIP Negeri, seperti ada perasaan senang di
dirinya, karena dia tidak harus menjadi guru. Yanti tidak ingin menjadi guru karena
dirinya merasa tidak pandai dalam mengajar dan bersosialisasi dengan
murid-muridnya kelak. Yanti memang dikenal sebagai seorang yang pendiam di
keluarganya. Kehidupan terus berlanjut, Yanti pada akhirnya memutuskan untuk
ikut pendidikan sekertaris di IKIP Negeri Yogyakarta selama 1 tahun. Setelah selesai
mengikuti pendidikan sekertaris, Yanti mencoba daftar tes masuk perguruan
tinggi di UGM dengan memilih jurusan sospol dan dia diterima. Namun pada saat
yang bersamaan adik perempuannya juga diterima di IKIP Negeri Yogyakarta. Yanti
menjadi bimbang karena dia tahu bahwa orang tuanya tidak mungkin sanggup untuk
mebiayai kuliah dua orang sekaligus. Pada akhirnya Yanti mengalah dan tidak
mengambil kuliah, namun pada saat itu Yanti berjanji pada dirinya sendiri untuk
nantinya bisa kuliah dengan biayanya sendiri.
Pada
awal tahun1980 Yanti mencoba daftar kerja di beberapa tempat, salah satunya
adalah UGM dan TELKOM. Yanti lolos sampai pada tahap wawancara di kedua tempat
tersebut, namun pada akhirnya Yanti diterima di UGM dan langsung ditempatkan di
bagian perpustakaan Fakultas Psikologi UGM. Ternyata Yanti merasa enjoy dan
senang saat bekerja di perpustakaan. Pada saat itu system layanan di
perpustakaan Psikologi UGM masih tertutup, jadi tugas Yanti hanya mengambilkan
dan mengembalikan buku yang dibutuhkan dan selesai digunakan oleh mahasiswa. Waktu
itu Yanti masih sebaya dengan mahasiswa-mahasiswa tersebut jadi selain bekerja
dan menghasilkan uang Yanti juga senang karena banyak mendapatkan teman baru. Selain
itu ada perasaan senang tersendiri ketika Yanti mendapatkan buku yang
dibutuhkan oleh mahasisawa, dengan begitu tandanya dia berhasil membantu
mahasiswa untuk mengatasi masalahnya dengan menemukan buku yang dibutuhkan. Mungkin
karena senang membantu mahasiswa dan dosen untuk mencarikan buku yang mereka
butuhkan Yanti menjadi lebih dikenal dan diingat meski sebagian dari mereka
saat ini sdah bekerja di luar Jogja.
Di
perpustakaan pula Yanti menemukan cinta
pertama dan terakhirnya. Yanti menikah dengan salah seorang pegawai muda di
kantor Psikologi UGM pada tahun 1981 dan akhirnya dikarunia seorang putri dan
seorang putra. Pada tahun 1993 Yanti menerima penghargaan sebagai pustakawan
teladan tingkat DIY dan itu merupakaan penghargaan yang paling berkesan bagi Yanti,
karena dengan penghargaan tersebut dia merasa bahwa apa yang dikerjaannya
selama ini tidaklah sia-sia. Penghargaan tersebut pula yang akhirnya mendorong Yanti
untuk menjadi seorang pustakawan yang baik dan berdedikasi tinggi. Pada tahun 1996
Yanti akhirnya memenuhi cita-citanya untuk dapat mengenyam bangku kuliah di
Universitas Terbuka dengan mengambil jurusan D3 Perpustakaan dan kemudian lulus
pada tahun 1999. Setelah itu Yanti ditawari oleh pihak fakultas untuk
melanjutkan kuliah di Universitas Airlangga Surabaya, namun pada saat itu putra
kedua Yanti masih kecil sehingga dia menolaknya. Akhirnya pada tahun 2005 Yanti
berhasil kembali untuk melanjutkan S1 di Universitas Islam negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta atau biasa disebut UIN Jogja pada program Ekstensi Ilmu
Perpustakaan.
Namun
langit duka menyelimuti Yanti pada saat awal kuliahnya di UIN Jogja, karena
pada saat itu putri sulungnya yang kala itu masih berstatus sebagai mahasiswi
tingkat akhir di Fakultas Psikologi UGM di vonis menderita tumor otak stadium
2. Sebagai seorang ibu hal tersebut sangat sulit baginya. Yanti harus membagi
waktunya untuk bekerja, kuliah, dan merawat putrinya. Sempat terbesit di benak Yanti
untuk berhenti kuliah dan focus pada pekerjaan serta putrinya. Namun putri dan
keluarganya justru menyemangati Yanti untuk tetap melanjutkan kuliahnya, karena
memang itulah cita-cita Yanti dari dulu. Begitu pula dengan putrinya yang juga
pantang menyerah. Walaupun dalam keadaan sakit dan sudah tidak dapat melihat
lagi dia tetap berusaha melanjutkan kuliah dan berusaha mewujudkan mimpinya
untuk menjadi seorang sarjana. Hal tersebutlah yang membuat Yanti tegar dan membuatnya
untuk tetap melanjutkan kuliahnya. Pada tahun 2007 akhirnya Yanti dan putrinya
sama-sama mendapatkan gelar sarjana, saat itu Yanti merasa sangat senang karena
dia dapat meraih cita-citanya untuk menjadi seorang sarjana.
Pada
tahun 2009 Yanti merasakan bahwa bumi seperti hendak runtuh, karena pada saat
itu putri kesayangannya meninggalkan dia untuk selama-lamanya. Namun pada
akhirnya Yanti tetap berusaha tegar dan melanjutkan hidupnya. Kepergian putrinya
membuatnya menjadi seseorang yang tabah dan lebih giat lagi dalam mendedikasikan
dirinya pada pekerjaannya. Hingga akhirnya pada tahun 2009 membuatnya dipercaya
untuk menjadi kepala perpustakaan Fakultas Psikologi UGM. Pada tahun 2011 pihak
UGM mengeluarkan keputusan untuk memberikan dana penelitian kepada pustakawan dengan
cara mengajukan proposal dan apabila proposal diterima maka pustakawan tersebut
akan mendapatkan dana penelitian sebesar Rp 7.500.000. saat itu Yanti mencoba
untuk mengirimkan proposal ke pihak UGM dan ternyata proposal tersebut diterima,
begitu pula pada tahun 2012 Yanti mengirimkan proposal lagi dan proposal tersebut
diterima lagi. Yanti menjadi salah satu pustakawan yang paling dikenal, baik di
kalangan Dosen maupun Mahasiswa. Hal tersebut terjadi karena Yanti selalu
dengan senang dan tulus membantu para mahasiswa dan Dosen baik dalam mencari
buku maupun hal lainnya. Pekerjaannya sebagai pustakawan membuat Yanti merasa
senang, serta membuatnya merasa menjadi salah satu orang yang selalu dibutuhkan.
Kisah
dari ibu Yanti tersebut menjadikan inspirasi banyak orang termasuk saya di
dalamnya. Ibu Yanti yang saya ceritakan di atas tidak lain adalah bude saya,
yang sudah saya anggap sebagai ibu saya sendiri. Ibu Yanti pulalah yang awalnya
meyuruh saya mencoba untuk kuliah di jurusan Ilmu perpustakaan. Pada awalnya
saya tidak begitu tertarik dengan jurusan perpustakaan. Setelah lulus kuliah
saya justru melanjutkan kuliah di UGM, namun dorongan dan semangat dari ibu dan
bude saya akhirnya pada tahun 2011 saya memutuskan untuk mencoba mengikuti tes
di jurusan Ilmu Perpustakaan UIN dan ternyata saya diterima. Jadi pada saat itu
akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di dua jurusan, yang salah satunya adalah
di jurusan Ilmu Perpustakaan. Setelah saya kuliah di Ilmu perpustakaan saya
juga merasa senang seperti Ibu Yanti, saya merasakan banyak hal yang berbeda
dan membuat saya mencintai jurusan ini. Di jurusan Ilmu Perpustakaan saya
mendapatkan banyak hal-hal dan pengalaman penting. Di sini saya mengetahui
bahwa ternyata menjadi pustakawan itu tidak mudah, dan pada akhirnya saya
menyadari bahwa seorang pustakawan itu sangat mulia. Bagi saya pustakawan
merupakan penolong pada saat kita bingung untuk mencari sebuah buku referensi,
dan hal-hal yang lainnya pula.
Saya
harap kisah ini juga akan menginspirasi orang lain seperti adik-adik yang masih
galau menentukan jurusan kuliah. Saya sarankan untuk kalian mengabil jurusan
perpustakaan, Karena selain kuliahnya menyenangkan, akan banyak hal-hal menarik
yang kalian dapatkan disini. Selain itu untuk para pustakawan dan calon
pustakawan, saya harap anda semua dapat mencontoh apa yang dilakukan Ibu Yanti
dalam pekerjaannya. Pustakawan merupakan jembatan bagi informasi yang ada, maka
dari itu sebisa mungkin kita sebagai pustakawan dan calon pustakawan untuk menjadikan
diri kita sebagai pekerja yang giat, telaten, ramah dan jangan lupa perbanyak
membaca supaya kita juga menjadi pustakawan yang berwawasan luas. Pustakawan
bisa jika mau berusaha…
Salam..Pustakawan
Indonesia..
^o^
0 komentar :
Posting Komentar